1.
Raden
Ajeng Kartini (1879-1904)
Raden Ajeng (RA) Kartini lahir di
Mayong (Jepara), pada tanggal 21 April 1879. Hari kelahiranya ini sampai
sekarang terus diperingati sebagai Hari Kartini. Beliau terkenal sebagai
seorang tokoh yang dengan gigih memperjuangkan emansipasi wanita, yakni suatu
upaya memperjuangkan hak-hak wanita agar dapat sejajar dengan kaum pria. Jenis
sekolah yang dirintis dan didirikan oleh RA Kartini adalah:
a. Sekolah Gadis di Jepara, dibuka
tahun 1903.
b. Sekolah Gadis di Rembang.
(Hasbullah, 2001: 262).
Pada dasarnya apa yang
dicita-citakan dan dilakukan oleh Kartini hanyalah sebagai perintis jalan, yang
nantinya harus diserahkan oleh Kartini-kartini baru. Pada awalnya, pergerakan
wanita dilakukan secara perseorangan, dan R.A. Kartini (1879-1904) adalah pelopornya.
Setamat dari E.L.S. pada usia 12 tahun terus dipingit dan tidak melanjutkan
sekolah karena adat istiadat yang berlaku pada masa itu. Meskipun demikian
tidak memadamkan semangatnya untuk maju. Ia banyak belajar dari membaca buku
dan surat menyurat dengan teman dan kenalanya. Atas bantuan ikhtiyar teman dan
kenalanya seperti Ovink Soer dan lain-lainya, pingitan menjadi longgar.
Kartini berhasrat menjadi guru untuk
anak-anak perempuan para bupati yang diusulkan oleh Abendanon, tetapi gagal
karena gagasan sekolah tersebut ditolak pemerintah kolonial Belanda,
berdasarkan penolakan dari para bupati. Beasiswa belajar di negeri Belanda yang
berhasil diajukan oleh van Kol untuk Kartini dan Rukmini, adiknya, juga tidak
dapat dilaksanakan. Meskipun banyak mengalami kekecewaan. Kartini berhasil
membuka Sekolah wanita yang pertama di Indonesia. (Redja Mudyahardjo,
2001:285).
R.A. Kartini meninggal dalam usia
cukup muda yaitu empat hari setelah melahirkan, tepatnya tanggal 17 September
1904. (Hasbullah, 2001: 262).
2.
Raden Dewi Sartika (1884-1947)
Raden Dewi Sartika lahir di Bandung
pada tanggal 4 Desember 1884. sebagaimana halnya dengan RA. Kartini, Dewi Sartika
juga merupakan seorang tokoh wanita yang menyalurkan perjuanganya melalui
pendidikan.
Cita-cita Dewi Sartika yaitu
mengangkat derajat kaum wanita Indonesia dengan jalan memajukan pendidikanya.
Sebab ketika itu masyarakat cukup menghawatirkan, dimana kaum wanita tidak
diberikan kesempatan untuk mengejar kemajuan. Untuk merealisasikan cita-cita
pendidikanya, maka pada tahun 1904 didirikanlah sebuah sekolah yang diberi nama
“Sekolah Istri”. Ketika pertama dibuka sekolah ini mempunyai murid sebanyak 20
orang, kemudian dari tahun ke tahun terus bertambah. Dan pada tahun 1909 baru
dapat mengeluarkan out putnya yang pertama dengan mendapat ijazah. Pada tahun
1914 Sekolah Istri diganti namanya menjadi “Sakola Kautamaan Istri”.
(Hasbullah, 2001: 263).
3.
Rohana
Kudus (1884-1947)
Rohana Kudus dilahirkan pada tanggal
20 Desember 1884 di Kota Gedang, Sumatera Barat. (Hasbullah, 2001: 263). Beliau
adalah seorang wanita Islam yang sangat taat menjalankan ajaran agamanya,
dengan giat sekali mempelopori emansipasi wanita. Ia seorang pendidik wanita
yang berusaha untuk memperbaiki nasib kaum wanita Indonesia, disamping itu juga
ia adalah seorang Guru Agama, Guru Kerajinan wanita, serta seorang wartawan
wanita pertama di Indonesia.
Usaha-usaha Rohana Kudus adalah:
a. Tahun 1896 saat usianya baru 12
tahun, sudah mengajar teman-teman gadis di kampungnya dalam bidang membaca dan
menulis, huruf Arab dan Latin.
b. Tahun 1905 mendidikan “Sekolah
Gadis” di Kota Gedang, yang kemudian pada tahun 1911 diubah namanya menjadi
“Sekolah Kerajinan Amai Satia”.
c. Tahun 10 Juli 1912 ikut melahirkan
sekaligus menjadi Pemimpin Redaksi Surat Kabar Wanita dengan nama “Soenting
Melajoe” di Padang. (Hasbullah, 2001: 264).
4.
Ki Hajar Dewantara (1889-1959)
Ki Hajar Dewantara yang sebelumnya
bernama Raden Mas Suwardi Suryaningrat, lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei
1889. putera dari KPH. Suryaningrat, dan cucu dari Pakualam III, yang
meninggalkan kebangsawananya untuk terjun dalam pergerakan kemeerdekaan
Indonesia dan berjuang memperbaiki nasib rakyat. Ki hajar Dewantara masuk
Sekolah Dokter Jawa di jakarta sampai tingkat II, dan meninggalkan
sekolah tersebut kembali ke Yogyakarta, karena kesulitan biaya. (Redja
Mudyahardjo, 288).
Beliau adalah tokoh yang sangat berjasa di bidang
pendidikan, dan beliaulah yang mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa pada
tahun 1922. dikarenakan jasanya yang sangat besar tersebut, maka sampai
sekarang hari lahirnya yaitu 2 Mei diperingati sebagai Pendidikan Nasional.
Perguruan Taman Siswa yang didirikan pada tanggal 3 Juli
1922, pada mulanya bernama “National Onderwijs Institut Taman Siswa” di
Yogyakarta. Secara lengkap bagian-bagian pendidikan pada Perguruan Taman Siswa
ini adalah:
a. Taman Indria (setingkat dengan TK).
b. Taman Anak (setingkat kelas I-III
sekolah Rendah).
c. Taman Muda (setingkat kelas IV-VI
sekolah Rendah).
d. Taman Dewasa (setara SMP).
e. Taman Madia (setara SMA).
f. Taman Guru B-1 (mendidik calon guru
untuk Taman Anak dan Taman Madia).
g. Taman Guru B-2.
h. Taman Guru B-3 (mendidik calon guru
untuk taman Dewasa) Taman Guru B-3 ini terdiri dari dua bagian, yaitu Bagian A
untuk Jurusan Ilmu Pasti dan Alam, dan Bagian B untuk Jurusan Budaya.
i.
Taman
Guru Indria (mendidik anak wanita yang ingin manjadi guru pada Taman Indria).
Asas-asas pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar
Dewantara, sebagai berikut:
a. Asas kemerdekaan.
b. Asas kodrat alam.
c. Asas kebudayaan.
d. Asas kebangsaan.
e. Asas kemanusiaan. (Hasbullah, 2001:
265).
Ki Hajar Dewantara meninggal dunia pada tanggal 26 April
1959 di Yogyakarta. Beliau telah memberikan karya terbaiknya kepada nusa dan
bangsa. Semboyan “Tut Wuri Handayani” diabadikan sebagai lambang dan semboyan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Ki hajar Dewantara pernah menjadi Menteri Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan Kabinet presidentil I, 19 Agustus 1945- 14 November
1945. (Hasbullah, 2001: 295).
Tujuan Pendidikan menurut Beliau adalah: sebagai proses
pembudayaan kodrat alam setiap individu yang kemampuan-kemampuan bawaan untuk
dapat mempertahankan hidup, yang tertuju pada pencapaian kemerdekaan lahir dan
batin, sehingga memperoleh keselamatan dalam hidup batiniah.(Ki Hajar
Dewantara, 1952: 24).
5.
Mohammad
Syafei (1899-1969)
Mohammad Syafei lahir di Kalimantan
pada tahun 1899. perjuangan beliau juga dititikberatkan pada bidang pendidikan.
Pada tahun 1922 beliau menjadi guru pada Sekolah Katini di Jakarta, dan sejak
itu aktifitasnya di bidang pendiikan terus bertambah. Sebagai seorang tokoh
pendidikan, Mohammad Syafei berjasa besar dalam mendirikan sekolah yang
diberinama “Indonesische Nederlanshe Shool” atau yang lebih dikenal
dengan sebutan INS, di Kayuttanam Sumatera Barat. (Hasbullah, 2001: 266).
Sementara itu INS yang kemudian
merupakan singkatan dari “Indonesian National Scholl”, menitikberatkan
pendidikanya kepada dunia kerja. INS menyelenggarakan pendidikan dalam jenjang:
a. Ruang Bawah, yakni setara dengan
sekolah Rendah atau Sekolah Dasar. Lama pendidikanya 7 tahun.
b. Ruang Atas, yakni setara dengan
sekolah menengah, lama pendidikanya 6 tahun.
Adapun tujuan sekolah yang
diselengagarakan oleh Mohammad Syafei adalah:
a. Mendidik anak-anak agar mampu
berpikir secara rasional.
b. Mendidik anak-anak agar mampu
bekerja secara teratur dan bersungguh-sungguh.
c. Mendidik anak-anak agar menjadi
manusia yang berwatak baik.
d. Menanamkan rasa persatuan. (Hasbullah,
2001: 267).
Pada zaman kemerdekaan yaitu tahun 1952, sebagai penghargaan
pemerintah terhadap usaha-usaha Mohamm, meninggal dunia pada tanggal 5 Maret
1969. Meskipun beliau sudah tiada tapi jasa-jasanya dibidang pendidikan tidak
akan terlupakan, apabila para lulusan INS tersebar ke berbagai pelosok tanah
air, yang tentu saja kiprahnya sangat besar bagi pembangunan bangsa dan negara.
Pendidikan menurut Syafei memiliki fungsi membantu manusia
keluar sebagai pemenang dalam perkembangan kehidupan dan persaingan dalam
penyempurnaan hidup lahir dan batin antar bangsa. ( Thalib Ibrahim, 1978: 25).
6.
KH.
Ahmad Dahlan (1869-1923)
Ahmad Dahlan merupakan salah seorang tokoh Islam yang sangat
giat memperjuangkan kemajuan umat Islam melalui bidang pendidikan. Dia adalah
seorang tokoh pendiri organisasi Muhammadiyah pada tahun 1912 di Yogyakarta. (
Hasbullah, 2001: 268).
K.H. Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 M
dengan nama kecilnya Muhammad Darwis, putra dari KH. Abubakar bin Kyi Sulaiman,
khatib di masjid besar (Jami’) Kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah putri haji
Ibrahim, seorang penghulu. (Zuhairini, 2004: 199).
Setelah ia menamatkan pendidikan dasarnya di suatu madrasah
dalam bidang nahwu, fiqh dan tafsir di Yogyakarta, ia pergi ke Makkah pada
tahun 1890 dan ia menuntut ilmu di sana selama satu tahun. Salah seorang
gurunya Syekh Khatib. Sekitar tahun 1903 ia mengunjungi kembali ke Makkah dan
kemudian menetap disana selama dua tahun.
Sepulang dari Makkah yang pertama ia telah bertukar nama
dengan Haji Ahmad Dahlan. Tiada berapa lama kemudian ia menikah dengan Siti
Walidah putri Kyai Penghulu Haji Fadhil. (Amir Hamsyah W.S. 1968: 70)
K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923) mendirikan Muhammadiyah pada
18 Nopember 1912. Muhammadiyah merupakan organisasi keagamaan yang mengadakan
pembaharuan dalm kehidupan beragama berdasarkan Islam. Oleh karena itu, salah
satu cita-citanya adalah melepaskan agama Islam dari adat istiadat kebiasaan
yang jelek, supaya agama Islam dapat menyelaraskan diri dengan perubahan zaman,
tetap bersifat muda dan menghindarkan diri dari kelemahan dan keburukan. Untuk
mencapai hal tersebut, dipandang perlu sekali hal ikhwal agama Islam jangan
hanya boleh diketahui dari pendapat alim ulama dari zaman dahulu yang tersohor,
tetapi sebaliknya setiap muslim/muslimat harus dapat langsung mengarahkan
sendiri hal ikhwal itu ke sumber asalnya, yaitu ke Kitab Suci Al-Qur’an, firman
Tuhan yang dinyatakan melalui Nabi Muhammad. (Redja Mudyahardjo, 2001:
280).
Ada beberapa hal yang melatarbelakangi KH. Ahmad Dahlan
mendirikan Muhammadiyah yaitu:
a. Umat Islam tidak memegang tuntutan
al-Qur’an dan Hadits Nabi, sehingga menyebabkan perbuatan Syirik, bid’ah dan
khurafat makin merajalela serta mencemarkan kemurnian ajaranya.
b. Keadaan umat Islam sangat
menyedihkan akibat penjajahan.
c. Kegagalan institusi pendidikan Islam
untuk memenuhi tuntutan kemajuan zaman, sebagai akibat dari isolasi diri.
d. Persatuan dan kesatuan umat Islam
menurun, sebagai akibat lemahnya organisasi Islam yang ada.
e. Munculnya tantangan dari kegiatan
misi Zending yang dianggap mengancam masa depan umat Islam.
Ahmad dahlan mempunyai harapan agar
guru-guru sekolah dapat meneruskan isi pelajaranya kepada murid-murid mereka
pula. Pelajaran-pelajaran yang diberikan oleh K.H. Ahmad Dahlan kelihatanya
memenuhi harapan dan keperluan anggota-anggota Budi utomo, sebagai bukti dari
saran mereka agar ia membuka sebuah sekolah sendiri, yang diatur dengan rapi
dan didukung oleh organisasi yang bersifat permanen tradisional yang terpaksa
ditutup, apabila kyai yang bersangkutan meninggal. ( Deliar Noer, 1982: 87).
Tujuanya adalah: Terwujudnya manusia
muslim, berakhlak, cakap, percaya kepada diri sendiri, berguna bagi masyarakat
dan negara. Tentang jenis-jenis sekolah yang dikembangkan adalah sebagai berikut:
a. Sebelum Merdeka:
-
Sekolah
umum; TK, Vervolg School 2 tahun, Schakel School 4 tahun, HIS 7 tahun, MULO 3
tahun, AMS 3 tahun, dan HIK 3 tahun.
-
Sekolah
Agama; Madrasah Ibtidaiyah 3 tahun, Tsanawiyah 3 tahun, Muallimin/Muallimat 5
tahun, Kulliatul Muballighin (SPG Islam) 5 tahun.
b. Sesudah Merdeka
Setelah Indonesia merdeka perkembangan pendidikan
Muhammadiyah semakin pesat. Pada dasarnya ada 4 jenis lembaga pendidikan yang
dikembangkanya, yaitu:
-
Sekolah-sekolah
umum yang bernaung di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu: SD,
SMP, SMTA, SPG, SMEA, SMKK dan sebagainya.
-
Madrasah-madrasah
yang bernaung di bawah Departemen Agama, yaitu Madrasah Ibtidaiyah, MTs dan
Madrasah Aliyah.
-
Jenis
sekolah atau madrasah khusus Muhammadiyah, itu Muallimin, Muallimat, Sekolah
Tabligh dan Pondok Pesantren Muhammadiyah.
-
Perguruan
Tinggi Muhammadiyah, ada yang umum dan ada yang berciri khas agama. Untuk
perguruan tinggi umumnya di bawah pembinaan Kopertis Depdikbud, sedangkan
perguruan tinggi agama di bawah pembinaan Kopertais Departemen Agama. (Redja
Mudyahardjo, 2004: 282).
KH. Ahmad Dahlan meninggal dunia
pada tanggal 25 Februari 1923, dalam usia 55 tahun, dengan meninggalkan sebuah
organisasi Islam yang cukup besar dan disegani karena ketegaranya. (Zuhairini,
2004: 202).
7.
KH. Hasyim Asy’ari (1871-1974)
Organisasi keagamaan yang didirikan
oleh K.H. Hasyim Asy’ari ini bernama Nahdlatul Ulama (NU). N.U adalah
organisasi keagamaan yang dipimpin oleh para ulama, dan berorentasi
tradisional. Maksud perkumpulan N.U. adalah memegang teguh salah satu mazhab
dari madzhab Imam yang berempat, yaitu : 1. syafi’I, 2. maliki, 3.
Hanafi, 4. Hambali, dan mengerjakan segala yang menjadikan kemaslahatan untuk
agama Islam. (Redja Mudyahardjo, 2001; 282).
Hasyim Asy’ari dilahirkan pada
tanggal 14 Pebruari 1871 di Jombang Jawa Timur. Beliau berjasa besar dalam
mendirikan organisasi Islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU)
yang didirikan pada tanggal 31 Januari 1926. Di samping mendirikan NU, KH.
Hasyim Asy’ari dalam rangka merealisasikan cita-citanya, mendirikan pesantren
Tebuireng di Jombang pada tahun 1899. Mula-mula ia belajar agama Islam pada
ayahnya sendiri Kyi Asy’ari. Kemudian ia belajar ke pondok pesantren di
Purbolinggo, kemudian pindah lagi ke Plangitan, Semarang, Madura, dan
lain-lain. (Zuhairini, 2004, 202).
Sewaktu ia belajar di Siwalan panji
(Sidoarjo) pada tahun 1891, Kyi Ya’kub yang mengajarnya tertarik kepada tingkah
lakunya yang baik dan sopan santunnya yang halus, sehingga ingin mengambilnya
sebagai menantu, dan akhirnya ia dinikahkan dengan putri Kyainya itu bernama
Khadijah (tahun 1892). Tidak lama kemudian ia pergi ke Makkah bersama istrinya
untuk menunaikan ibadah haji dan bermukim selama satu tahun, sedang istrinya
meninggal disana. (Zuhairini, 2004: 203).
Pada kunjungan yang kedua ke Makkah
ia bermukim selama delapan tahun untuk menuntut ilmu agama Islam dan bahasa
Arab. Sepulang dari Makkah ia membuka pesantren untuk mengamalkan dan
mengembangkan ilmu pengetahuanya, yaitu Pesantren Tebuireng di Jombang (Pada
tanggal 26 Robi’ul Awal tahun 1899 M).
Pembaharuan Tebuireng yang pertama
ialah dengan mendirikan Madrasah Salafiyah (tahun 1919) sebagai tangga untuk
memasuki tingkat menengah pesantren Tebuireng.
Pada tahun 1929 KH Hasyim Asy’ari
menunjuk KH Ilyas menjadi kepala Madrasah Salafiyah. (Mahmud Yunus, 1979: 235).
Dengan demikian KH Ilyas dapat melaksanakan hasratnya untuk memperbaharui
keadaan dalam pesantren Tebuireng menurut cita-cita pendirinya KH. Hasyim
Asy’ari.
Setiap bulan Sya’ban para kyai dari
berbagai daerah mengunjungi pesantren Tebuireng untuk belajar selama satu
bulan. Sebagai ilustrasi tentang pengakuan terhadap keahlianya. Dapat
disebutkan bahwa seorang bekas gurunya pada tahun 1933 berkunjung ke Tebuireng
untuk mendengarkan/mengikuti pelajaran yang ia berikan. (Deliar Noer, 1982;
250).
Sementara itu NU tidak saja bergerak
dalam bidang sosial kemasyarakatan, tetapi sangat memperhatikan pada
masalah-masalah pendidikan. Apalagi di NU ada satu bidang yang khusus menangani
masalah pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan atau sekolah-sekolah yang
berada di bawah naungan NU.
Adapun tujuan pendidikan Ma’arif
adalah:
a. Menumbuhkan jiwa pemikiran dan
gagasan-gagasan yang dapat membentuk pandangan hidup bagi anak didik sesuai
dengan ajaran Ahlussunah wal Jama’ah.
b. Menanamkan sikap terbuka, watak
mandiri, kemampuan bekerja sama dengan pihak lain untuk lebih baik, ketrampilan
menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. Menciptakan sikap hidup yang
berorentasi kepada kehidupan duniawi dan ukhrawi sebagai sebuah kesatuan.
d. Menanamkan penghayatan terhadap
nilai-nilai ajaran agama Islam sebagai ajaran yang dinamis. (Hasbullah, 2001:
270).